Yang Aku Tahu Dulu dari Cintamu

Hari sabtu ini memang sangat memuakan bagiku,bagaimana tidak apa yang aku lakukan kayanya semua serba terpaksa,untuk menyelesaikan tugas sekolah saja jadi keterpaksaan yang menyayat.Jelas ini isyarat yang tak lazim karena aku termasuk siswa yang aktif dalam segala hal yang positif untuk pendidikan. Meski demikian aku memang lugu untuk satu kata yang pertama kali hinggap kedalam hidupku,cinta.

Lonceng tanda istirahat berdentang manis,menyambut rasa malasku.Bergegas aku melangkahkan kaki untuk aktifitas rutin dikantin sekolah mengisi perut yang sudah dari pagi tadi keroncongan.Namun didepan kantor TU kudapati dua pucuk surat untukku,satu atas namamu dengan sipp address SPK Muhammadyah Bandung dan satu lagi atas nama ibuku dari Jedah.

“Kak,waktu De pulang kemarin Ibuku menanyakan cincin yang dulu De kasih ke kakak.Dede hari ini pulang kampung.De harap,Kakak mengerti…,juga bisa pulang dan kita bisa bertemu disana,salam teramat sayang ,Dede.” Sepenggal isi surat darimu yang diluar kebiasaan,meski ada akhiran sayang untukku.

Hari Sabtu ini memang bukan saja suasana disekolah yang memuakan,dikampung sendiri-pun cuaca yang begitu cerah serasa mendung dan tak bermakna.Sore harinya dengan langkah yang agak sedikit malas aku memaksakan diri untuk memenuhi “undanganmu” sekalian mengembalikan satu symbol amanah hati yang pernah kau titipkan padaku.

“Bu,Dede kemana kho ga terlihat?” Aku mengawali pembicaraan dengan pertanyaan kepada ibunya.

“Ke Kawali,kapan kakak datang?” Ibunya balik bertanya.

“Tadi sore Bu, sehabis pulang sekolah saja,dari Tasik langsung kesini” Jawabku singkat.

Malam Minggu berlalu sudah,aku hanya ditemani ibunya ngobrol sana-sini yang sangat kentara basa-basinya.Aneh memang bila tempat mainmu,Kawali yang berjarak hanya 3 km saja dari rumah kita sampai semalaman tak kunjung pulang. Aku pamit pulang dengan membawa tanda tanya besar dari sebuah kesetiaan cinta yang terkhianati ?!

Hari Minggu ini-pun seharusnya jadi hari manis dan indah bagiku seperti hari-hari minggu sebelumnya,namun kenyatannya tidak,bahkan jadi awal kehancuranku dimana aku tak bisa lagi menatap masa  depan karena sebuah asa….,hidup denganmu,setia sampai akhir hayat,ikrar sejati kita benar-benar telah kamu runtuhkan demi sebuah keegoisanmu yang tak bisa kamu miliki juga. Hari ini adalah awal dimana masa depanku terenggut oleh hanya satu kebodohan,bodoh karena terlalu memegang setia untuk satu ikrar hati dalam mencintaimu.

Minggu sore tanda tanya besar itu terjawab sudah bersamaan dengan kedatanganmu bersama seorang lelaki ”oleh-olehmu” dari Bandung yang ternyata, Pangandaran jadi tempat mainmu sehari-semalam dengannya.Luka begitu mengangga hingga aku tidak tahu apakah ada obat yang bisa menyembuhkan luka itu,kepahitan cinta rasanya hanya aku saja yang merasakan didunia ini.Langkah tak pasti menyertai hari-hariku,bahkan pergaulan yang tak pantas untuk seorang pelajar telah aku rambah.Cita-cita untuk bisa menginjakan kaki di gerbang ITB pupus sudah terenggut cinta yang tidak berlogika. Maafkan aku ayah karena aku tak bisa mewujudkan mimpi-mimpi ayah. Dengan langkah gontai aku meninggalkan kampungku sendiri tanpa tujuan yang pasti,selamat tinggal kampung tersayang,selamat tinggal pujaan hati.

Sumber ide: Koran Priangan edisi 15 November 2011
Sumber gambar